Nasi Goreng Jancuk, suguhan unik dari Surabaya Plaza Hotel (SPH). Dinamakan seperti itu bukan hanya karena rasa, porsi dan bumbu, tetapi karena latar belakang pembuatannya.
Menurut penciptanya, Executive Chef SPH, Eko Sugeng Purwanto, pihaknya menciptakan nasi goreng ini bermula ketika beberapa hari lalu dia dan para department head SPH ngumpul bareng di cafe. Karena sedang lapar berat, maka mereka meminta pada Eko Sugeng untuk membuatkan nasi goreng yang berbeda dari biasanya.
“Saya benar-benar capek, sehingga sempat mengatakan ‘jancuk, aku sek kesel’. Tapi, saya tetap membuatkan menu spesial itu,” tandasnya kepada wartawan di Café Taman SPH. Dan, lalu lahirlah menu berbeda yang diminta. Meski tampilan seperti nasi goreng biasa, bumbu, porsi, dan penyajiannya bisa membuat orang misuh khas Surabaya.
Untuk bumbu dia menambahkan sambel terasi dan 20 cabai rawit. Lalu disajikan di atas selembar daun jati untuk menciptakan aroma berbeda. “Porsinya benar-benar big size dan bisa untuk 4-5 orang,” tutur Eko Sugeng.
Tentu saja rekan-rekannya langsung bereaksi melihat menu yang tidak disangka itu. Terlontarlah kata khas Surabaya itu ketika mereka melihat porsinya. Mereka mengumpat lagi setelah merasakan pedasnya. “Jancuk, kok pedes yo,” seru mereka kata itu.
“Dari situ kami memutuskan untuk menamai nasi goreng ini. Kami melihat, di Surabaya baru kami yang menggunakan nama ini,” tukasnya.
General Manager SPH, Yusak Anshori mengutarakan, pihaknya tidak khawatir akan dicerca orang lain dianggap menggunakan kata tidak sopan. Menurutnya kata itu sudah menjadi tanda keakrabaan bagi arek-arek Suroboyo dan Jatim. “Kalau diucapkan secara pas dan nadanya tepat, sebenarnya bukan kata makian,” katanya. sda
Menurut penciptanya, Executive Chef SPH, Eko Sugeng Purwanto, pihaknya menciptakan nasi goreng ini bermula ketika beberapa hari lalu dia dan para department head SPH ngumpul bareng di cafe. Karena sedang lapar berat, maka mereka meminta pada Eko Sugeng untuk membuatkan nasi goreng yang berbeda dari biasanya.
“Saya benar-benar capek, sehingga sempat mengatakan ‘jancuk, aku sek kesel’. Tapi, saya tetap membuatkan menu spesial itu,” tandasnya kepada wartawan di Café Taman SPH. Dan, lalu lahirlah menu berbeda yang diminta. Meski tampilan seperti nasi goreng biasa, bumbu, porsi, dan penyajiannya bisa membuat orang misuh khas Surabaya.
Untuk bumbu dia menambahkan sambel terasi dan 20 cabai rawit. Lalu disajikan di atas selembar daun jati untuk menciptakan aroma berbeda. “Porsinya benar-benar big size dan bisa untuk 4-5 orang,” tutur Eko Sugeng.
Tentu saja rekan-rekannya langsung bereaksi melihat menu yang tidak disangka itu. Terlontarlah kata khas Surabaya itu ketika mereka melihat porsinya. Mereka mengumpat lagi setelah merasakan pedasnya. “Jancuk, kok pedes yo,” seru mereka kata itu.
“Dari situ kami memutuskan untuk menamai nasi goreng ini. Kami melihat, di Surabaya baru kami yang menggunakan nama ini,” tukasnya.
General Manager SPH, Yusak Anshori mengutarakan, pihaknya tidak khawatir akan dicerca orang lain dianggap menggunakan kata tidak sopan. Menurutnya kata itu sudah menjadi tanda keakrabaan bagi arek-arek Suroboyo dan Jatim. “Kalau diucapkan secara pas dan nadanya tepat, sebenarnya bukan kata makian,” katanya. sda
sumber
0 comments:
Post a Comment